Hak Asuh Anak Pasca Perceraian

Perceraian adalah hal yang tidak dianjurkan dalam agama maupun hukum di Indonesia. Namun, dalam praktik kehidupan rumah tangga antara laki-laki dan perempuan, sering kali muncul permasalahan yang menyebabkan pernikahan tidak lagi dapat dipertahankan sesuai dengan tujuan awalnya.

Tujuan pernikahan dijelaskan dalam Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: "Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa."

Demikian pula dalam Pasal 2 dan 3 Kompilasi Hukum Islam (KHI): "Perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat (mitsaqan ghalidzan) untuk menaati perintah Allah dan pelaksanaannya merupakan ibadah. Tujuan perkawinan adalah mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah."

Namun dalam kondisi tertentu, jika pernikahan mengalami keretakan parah (broken marriage), mempertahankannya justru dapat menimbulkan mafsadat (kerusakan) yang lebih besar daripada maslahat (manfaat). Dalam kaidah fiqih disebutkan: “Menolak kerusakan lebih diutamakan daripada menarik kemaslahatan.”

Oleh karena itu, memahami hak asuh anak pasca perceraian menjadi penting, karena hal ini kerap menjadi isu utama saat perceraian terjadi.

Ketentuan Hukum Terkait Hak Asuh Anak

1. Pasal 41 Huruf a UU Perkawinan

  • Orang tua tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak demi kepentingan terbaik anak.
  • Jika terjadi sengketa, pengadilan menjadi penentu akhir.

Catatan: Asas "best interest of the child" menjadi pedoman utama.

2. Pasal 105 KHI

  • Anak belum mumayyiz (di bawah 12 tahun) → hak asuh pada ibu.
  • Anak mumayyiz (12 tahun ke atas) → anak berhak memilih ikut ayah atau ibu.

3. Pasal 156 Huruf a KHI

  • Ibu kandung tetap memegang hak asuh anak belum mumayyiz, kecuali telah meninggal dunia.

Catatan: Hak ini bisa gugur jika ibu dianggap tidak layak oleh pengadilan.

4. Pasal 156 Huruf c KHI

  • Jika pengasuh anak tidak mampu menjamin keselamatan fisik/psikis anak, pengadilan dapat mengalihkan hadhanah ke kerabat lain.

5. Pasal 49 Ayat (1) UU Perkawinan

  • Hak kekuasaan orang tua bisa dicabut jika terbukti lalai atau berkelakuan buruk.
  • Permohonan bisa diajukan oleh orang tua lain, keluarga, atau pejabat yang berwenang.

6. Yurisprudensi No. 102 K/Sip/1973

  • Ibu kandung menjadi prioritas pengasuhan anak kecil, selama tidak terbukti tidak layak.

7. Hal-hal yang Dapat Mencabut Hak Asuh dari Ibu

  • Perilaku buruk: judi, mabuk, kekerasan.
  • Dipenjara: ayah bisa mengajukan permohonan hak asuh.
  • Gangguan jiwa berat: bila membahayakan anak.

Kesimpulan

Hak asuh anak belum mumayyiz umumnya diberikan kepada ibu. Namun, prinsip utamanya tetap pada kepentingan dan keselamatan anak. Jika ibu terbukti tidak layak, hak asuh dapat dialihkan ke ayah atau kerabat lain berdasarkan keputusan pengadilan.


Baca juga:

Hubungi Kami:

Rachmat Hidayat Law Office

Advokat & Penasihat Hukum – Wonosobo

Alamat: Jl. Kertek - Selomerto, Kroya, Sumberwulan, Wonosobo, Jawa Tengah

📍 Lihat Lokasi di Google Maps
📱 Hubungi via WhatsApp: 0822-2317-5925

Temui Kami di Media Sosial:


Butuh bantuan hukum sekarang?
Konsultasi via WhatsApp atau kunjungi kantor kami langsung.

Komentar